Ada Batas Waktunya

Source : FB Andre Raditya
.
Setiap rezeki itu datangnya TEPAT WAKTU. Tapi yang sering dilupakan orang, Rezeki itu juga datang bersama dengan BATAS WAKTU.
.
Setiap rezeki yang datang, ada batas waktu menikmatinya. Jika sudah habis waktunya.. maka habis pula jodoh kita dengan rezeki tersebut.
.
Diberi Rezeki anak.. suatu saat anak itu akan pergi juga. Entah kita yang meninggal duluan, atau anak kita yang lebih dulu meninggal.
.
Diberi Rezeki suami atau istri.. suatu saat akan habis juga waktunya. Entah terpisah karena maut, atau berpisah karena perceraian.
Demikian pula dalam perkara jabatan, pengaruh, harta, dan apapun juga..
.
Seperti makanan.. ada batas waktunya.
Jika tak segera dimakan, maka bisa BASI dan tak lagi bisa dinikmati.
.
Sebab itu..
cara terbaik menikmati rezeki adalah PAKAI SEKARANG JUGA.
.
Ada makanan.. ya dinikmati. Jangan disimpan terlalu lama. Takut basi.
Jika sedang tak ingin, segera oper. Berikan ke orang lain, tetangga atau saudara. Agar manfaat. Nggak usah khawatir, nanti Alloh ganti.
.
Punya anak.. punya suami.. punya istri.. punya orang tua.. nikmati sekarang juga.
Maksudnya..?? hargai waktu kebersamaan. Mumpung masih ada. Jangan sampai nanti nyesel jika waktu berjodoh dengan mereka sudah habis.
.
Main dengan anak..
bermanja dan berbincang dengan pasangan tentang akhirat.
Berbakti ke orang tua..
Sebab mereka semua ada batas waktunya bersama kita. Jangan tunda..
.
Demikian dalam harta..
Mumpung punya harta.. punya kemudahan.
Pakai untuk beramal sholeh dan jadi manfaat. Jangan berangan disimpan buat ini dan itu untuk waktu yang terlalu lama.
Keburu tidak bisa menggunakan.
.
“Tapi ustadz.. nanti kalau habis pas kita butuh di masa depan gimana..??”
Eitss.. ingat..!!
Alloh sudah sediakan rezeki untuk masa depan antum. Tenang saja.
.
Sama seperti burung yang tak pernah berangkat dari sarang bawa kresek..
Nggak ada ceritanya mereka menampung makanan untuk dinikmati besok. Sebab tahu.. untuk besok ada jatahnya sendiri.
.
Tentu kita tak harus seekstrim itu.. karena manusia kebutuhannya lebih kompleks. Namun setidaknya.. jangan terlalu hobi menyimpan sampai untuk tahunan, sehingga manfaat dari rezeki malah berkurang. Lebih buruk lagi jika sampai akhirnya BATAS WAKTU itu habis dan kita tak sempat memanfaatkannya.
.
Hujatul Islam Al Imam Ghozali pernah memberi nasihat kepada muridnya agar tidak menyimpan harta melebihi kebutuhan untuk satu tahun.
Hal ini agar terjaga dari terikat dengan perasaan menumpuk harta yang tidak manfaat.
.
Karena itu.. Segera pakai Rezekimu..!!!
Segera manfaatkan. Sebelum habis jodohmu dengannya.
.
.
Klaten, 29 Nov 2022
Salam
Andre Raditya
.

Pagiku

*Bunda*

Selepas sahur dan shalat subuh aku melanjutkan aktifitasku di dapur. Aku menyiapkan menu makan Nadia hari ini. Anak bungsuku ini tidak terlalu sudah makan. Asalkan suasananya happy dia mau makan dengan menu apa saja. Tapi, karena hari ini aku akan pulang sampai sore kusiapkan sekalian menu makan siang dan cemilan dia.

Setelah selesai masak dan menyiapkan keperluan bekal Nadia di dalam tas, aku bangunkan dia. “Nadia sayang, bangun yuk. Kita mandi lalu berangkat sekolah.”, ucapku lembut sambil membelai rambutnya.

Seperti biasa, kuantar dia ke sekolah dengan sepeda motor. Dia berdiri di bagian depan motor. Dengan menggendong tas deuter warna merah. Sepertinya dia sudah harus belajar duduk di belakang.

Continue reading

Cinta Kartini

_Disclaimer, tulisan ini fiksi semata_

“Love! what do we know here of love? How can we love a man whom we have never known? And how could he love us? That in itself would not be possible. Young girls and men must be kept rigidly apart, and are never allowed to meet.”(Jepara – 25 Mei 1899)

“I shall never, never fall in love. To love, there must first be respect, according to my thinking; and I can have no respect for the Javanese young man. How can I respect one who is married and a father, and who, when he has had enough of the mother of his children, brings another woman into his house?” (Jepara – 6 November 1899)

(Kutipan Buku Letters of a Javanese Princess berisi kumpulan surat RA Kartini yang diterjemahkan ke bahasa Inggris (IST)

***

“Apakah aku memang harus menikah dengan Raden Adipati Djojo Adhiningrat, Bu?”, tanyaku kembali pada Ibu sore itu. Entah sudah keberapa kali, pertanyaan ini aku sampaikan ke Ibu. Aku sangat risau. Bagaimana mungkin aku diperintahkan untuk menikah dengan seorang laki-laki yang sudah menjadi ayah. Apakah perasaanku tidak dipikirkan oleh mereka?

Continue reading

Mercon

Sore itu, Andi dan Randi pulang dari rumah nenek. Di sepanjang perjalanan pulang dia melihat pemandangan yang tidak biasa. Tepi jalanan sudah mulai berubah fungsi, disiapkan para pedagang musiman untuk mencari rejeki di bulan istimewa ini. Kemudian dia bertanya kepada ibunya, “Itu ngapain, Bu? Ada acara apa kokr orang-orang berjualan di pinggir jalan?”
“Kalian lupa ya? Ini kan sudah menjelang bulan Ramadhan, tiga hari lagi kita sudah puasa. Orang-orang itu akan berjualan di waktu sore menjelang berbuka.”, jawab Ibu.

Continue reading

Kegelapan yang Kutunggu

Suara alarm pagi selalu tidak mengenakkan.
Kenikmatan tidur dan buaian mimpi lenyap seketika. Ah, aku masih ingin melanjutkan mimpiku.

Tutututut tutututut tutututut

Suara alarm gawaiku berbunyi kembali semakin keras. Aku pun merasa semakin terganggu. Segera tanganku meraba ke atas nakas di samping tempat tidur untuk mencari sumber suara itu. Buku-buku yang kutaruh berjajar rapi menjadi berserakan, botol air minum stainless yang baru saja kubeli seminggu yang lalu jatuh ke lantai, untung saja lampu tidur baru pemberian dari Ningsih saat ulang tahunku tidak ikut terjatuh. Tak juga kudapatkan dimana sumber suara itu, aku pun menggerutu, “Berisik amat sih”.

Setelah tanganku menyentuh gawai hitam bergetar itu, segera kumatikan dia agar tidak berbunyi lagi.

Niatku sebenarnya ingin kembali tidur, karena semalam aku tidur sangat larut. Tetapi aku terhenyak sadar, teringat akan niat bulatku tadi malam.

Iya, tekadku sudah bulat. Seperti apa yang disampaikan oleh Ki Satyo kemarin sore, bahwa untuk dapat mencapai inginku yang sudah kupendam lama itu aku harus datang ke hutan lor ndeso.

“Tidak bisa ditunda lagi, aku harus segera menuju hutan itu,”ucapku pada diriku sendiri.

Segera aku bangun, dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan bersiap menjalankan misiku.

Barang-barang bawaan sudah aku siapkan di sudut kamar. Sebuah tas ransel besar berisi berbagai barang yang disebut ki Satyo sudah aku tata tadi malam. Aku sudah mengecek ulang dua kali untuk memastikan tidak ada yang tertinggal.

Tidak lupa pula aku siapkan baju dan celana berkantong banyak untuk kupakai dalam perjalanan.

Tinggal di sebuah kontrakan sendirian tidak menyulitkan aku untuk menyimpan misi ini sendiri. Tidak ada orang yang perlu kuberikan penjelasan mengenai rencanaku. Tidak perlu pula aku repot memikirkan jawaban atas pertanyaan yang mungkin timbul ketika mereka melihatku keluar dengan membawa tas besar. Paling-paling tetangga yang melihat berfikir kalau aku akan pergi naik gunung. Ah, biar saja.


Sepeda motor aku lajukan ke arah utara dengan kecepatan sedang. Menyusuri jalanan kota dengan ramainya orang dan padatnya rumah merupakan pemandangan biasa yang kulewati setiap hari. Namun, perjalanan ke arah utara ini adalah sebaliknya.

Rumah-rumah penduduk sangat jarang ditemui. Bagaimana tidak, kontur jalan yang naik turun dengan dikelilingi hutan hutan tropis membuat orang enggan membuat pemukiman di sini.

Semakin jauh berkendara di kanan kiri tidak ada pemandangan lain selain pohon-pohon tinggi dengan akar menjulur ke bawah. Hawa pun terasa semakin dingin.


“Masuklah, Aryo”, sapa Ki Setyo. Suara itu mengagetkanku.

Hawa dingin menelusup ke dalam tubuh, baju berlapis jaket rupanya tidak cukup menjadi filter dingin yang menusuk ini. Gua yang letaknya tersembunyi di balik rimbunnya semak semak dan pohon pohon tinggi itu kumasuki dengan hati bergetar.

Mulut gua itu serupa mulut harimau yang mengaga lebar seakan siap memakan siapapun yang memasukinya tanpa ampun.

Kulangkahkan kaki memasuki gua berdinding batu hitam pekat. Bau tidak sedap meyeruak menusuk ke dalam hidungku. Semakin ke dalam hawa dingin dan bau semakin kuat.

Kulayangkan pandangan ke sekeliling gua dalam gelap, ada setitik cahaya di sudut disertai bayangan sosok hitam yang tidak lain adalah Ki Setyo. “Mendekatlah, duduk di depanku”, ujar lelaki itu. “Baik, Ki”, sahutku.

“Sudah siap?”, tanya Ki Setyo. Pertanyaan itu kujawab dengan anggukan kepala pelan. Mau tidak mau aku memang harus siap dengan keputusanku kemarin.

“Sebentar lagi, kau kutinggalkan di sini sendiri. Lakukanlah dengan sebaik-baiknya. Selama dua puluh empat jam, tinggalah di sini dengan kegelapan dan kesendirian. Merenunglah dan tunggulah wahyu yang kau yakini itu akan datang. Aku hanyalah orang yang membantumu menunjukkan saja. Semua keputusan ada pada dirimu sendiri”, Pesan Ki Setyo.

“Keyakinanmu adalah dirimu sendiri. Dan kau sendiri sudah tenggelam dalam keyakinanmu berselimut rasa cinta dan rasa yang kau sebut dengan taat pada Tuhanmu”, lanjutnya.

Iya. Aku melakukan ini atas dasar keyakinanku, bahwa aku ini adalah titisan Tuhan, seperti Nabi. Dan malam ini aku harus berada dalam gua gelap ini selama dua puluh empat jam untuk menerima wahyu Tuhan yang akan turun padaku. Aku yakin, Tuhan akan turunkan wahyu itu setelah aku berada dalam kegelapan selama sehari.


Kembali kulantunkan lagu Dewa 19 yang berjudul “Satu” sebagai keyakinanku.

Aku ini adalah dirimu
Cinta ini adalah cintamu
Aku ini adalah dirimu
Jiwa ini adalah jiwamu
Rindu ini adalah rindumu
Darah ini adalah darahmu

Tak ada yang lain selain dirimu
Yang selalu ku puja
Ku sebut namamu di setiap hembusan nafasku
Ku sebut namamu, ku sebut namamu

Dengan tanganmu aku menyentuh
Dengan kakimu aku berjalan
Dengan matamu aku memandang
Dengan telingamu aku mendengar
Dengan lidahmu aku bicara
Dengan hatimu aku merasa

Tak ada yang lain selain dirimu
Yang selalu ku puja
Ku sebut namamu di setiap hembusan nafasku
Ku sebut namamu, ku sebut namamu

Sabang, 15 April 2021

Rasa

Rindu..
Aku rindu melambungkan sayapku
Menguak langit yang mungkin sedang memelukkupp
Menemuimu yang pasti menungguku,
Angan-anganku

Marah..
Lalu aku menjadi marah padamu
Menggerutuimu yang masih membeku
Sedangkan aku terus berjibaku,
Angan-anganku

Lelah..
Aku lelah sayang
Membiarkan semua hanya menjadi bayang-bayang
Yang sekilas nampak lalu menghilang
Anganku sayang

Sedih..
Rasa sesalku semakin menjadi
Mengharapkanmu segera kembali,
Nyatanya hanya membuat sedih hati
Anganku pergi

Mimpi Lalu Bawa Kelangit

Kadang, sebagai manusia normal kita punya ingin yang melangit. Iya, melangit itu maksudnya menuju langit. Saking tingginya yang kita pun tidak tau dimana letak ujung dari langit itu sendiri.
Keinginan yang kadang ditumpangi oleh bisikan bisikan manja si pengompor. Kalau sudah dikompori, pasti akal sehat pun dikesampingkan. Ah, yang penting kan aku seneng. Toh ini keinginanku sendiri, dan aku pun menyelesaikannya dengan kemampuanku sendiri.

Tapi…
Tak pernah kita ingat kan, kalau semua yang kita lakukan pasti akan ada efeknya. Semua tidak hanya berhenti disitu.

Hidup bukan untuk mengejar selera loh gaes… nikmati yang kamu mau dan pastikan kamu siap menerima resikomu.

Lalu bagaimana dengan impian dan mimpi?

Impian harus dilangitkan dengan doa. Doa jangan kau batasi, karena bukankan kau berdoa kepada Dia Yang Maha Pemberi dan Dia Yang Maha Berkehendak tanpa batas?

Semua berawal dari impian lalu langitkan doamu setinggi langit yang tanpa batas.

Contohnya…. Bismillah nanti punya hotel bintang 5 milik sendiri. Aamin